Jatim — lintassulawesinews.com-Pelatihan Bakal Calon Kepala Sekolah (BCKS) kini hadir dengan pendekatan baru yang menekankan pembentukan pemimpin satuan pendidikan yang adaptif, inspiratif, dan transformatif. Program ini menggabungkan pembelajaran berbasis teknologi, tatap muka, dan mentoring langsung oleh kepala sekolah berpengalaman guna mencetak calon pemimpin pendidikan yang kompeten dan berkarakter.
Pelatihan ini menerapkan model integratif-transformatif, yang tidak hanya berfokus pada peningkatan kompetensi kepemimpinan, tetapi juga keterampilan praktis yang bisa langsung diterapkan di sekolah. Metode tersebut mengombinasikan pembelajaran mandiri melalui Learning Management System (LMS), pertemuan tatap muka bersama pengajar dan sejawat, serta pendampingan langsung oleh kepala sekolah senior.
Selain kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional, peserta juga mendapat materi tambahan seperti Pembelajaran Mendalam, Penguatan Pendidikan Karakter, dan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Pelatihan ini berlangsung selama 110 Jam Pembelajaran (JP), dengan rincian 18 JP pembelajaran mandiri melalui LMS dan 92 JP kegiatan tatap muka di lokasi pelatihan maupun di satuan pendidikan.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq menegaskan bahwa kepala sekolah merupakan arsitek pembelajaran yang berperan penting dalam membangun budaya belajar adaptif di lingkungan pendidikan.
“Sekolah yang hebat bukan karena teknologinya canggih, tapi karena warganya cepat belajar dan mau berubah. Kepala sekolah adalah penggerak utama budaya itu,” ujar Wamen Fajar saat membuka Pelatihan Tahap III Bakal Calon Kepala Sekolah se-Provinsi Jawa Timur di Batu, Sabtu (12/10/2025).
Menurutnya, kepala sekolah ideal tidak hanya sekadar mengatur, tetapi menginspirasi dan menumbuhkan semangat belajar di komunitas sekolah. Ia menekankan bahwa pemimpin pendidikan harus mampu menyeimbangkan tiga fungsi utama: memberi arah (directive-instructive), mentransformasi cara berpikir guru dan siswa (transformative), serta membimbing dan memberdayakan (distributive).
Alumnus program doktoral Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan Universitas Gadjah Mada ini juga menjelaskan bahwa sekolah ideal adalah organisasi pembelajar, tempat seluruh unsur sekolah tumbuh dan belajar bersama.
“Ada lima prinsip organisasi pembelajar menurut Peter Senge — personal mastery, mental model, shared vision, team learning, dan system thinking. Kelimanya perlu dihidupkan di setiap sekolah agar menjadi ekosistem belajar yang hidup,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Wamen Fajar juga menyinggung arah kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah di bawah kepemimpinan Menteri Abdul Mu’ti, yang berfokus pada penguatan ekosistem pembelajaran mendalam. Salah satu gerakan prioritasnya adalah 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, yang menumbuhkan karakter positif dan motivasi belajar siswa sekaligus memperkuat peran kepala sekolah sebagai penggerak budaya belajar berkelanjutan.
“Negara maju bukan karena infrastrukturnya, tapi karena dua etos — etos belajar sepanjang hayat dan etos belajar cepat. Dua etos itu lahir dari sekolah yang dipimpin oleh pemimpin yang mau terus belajar,” pungkasnya.
Program pelatihan ini diharapkan menjadi tonggak pembaruan sistem kepemimpinan pendidikan di Indonesia, dengan melahirkan kepala sekolah yang tidak hanya cakap manajerial, tetapi juga visioner dalam membangun masa depan pendidikan yang inklusif, adaptif, dan berdaya saing global.
Nusul (biro Jatim)