Jakarta-lintassulawesinews.com-Keputusan pemerintah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras petani dinilai tepat, sehingga patut diapresiasi. Di mana, dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) No 2/2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras, pemerintah menaikkan HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani dinaikkan Rp500, dari sebelumnya Rp6.000 per kg.
Aturan ini ditetapkan pada 12 Januari 2025, dan resmi berlaku mulai 15 Januari 2025.
Hanya saja, kebijakan ini disebut bakal berdampak lain. Tidak hanya membantu petani, tapi pada ujungnya bisa menyebabkan beras merek premium hilang dari ritel modern
Kenapa bisa? Ternyata, karena kenaikan HPP kali ini tidak serta merta diikuti kenaikan harga eceran tertinggi (HET) beras.
“Menaikkan HPP patut diapresiasi di saat ongkos produksi padi mengalami kenaikan. Kenaikan HPP gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) antara 8,3% hingga 10,8% adalah langkah untuk menjaga agar petani tetap mendapatkan insentif ekonomi yang memadai. Langkah ini sekaligus sebagai wujud upaya untuk menjaga kegairahan petani dalam mengusahakan padi,” kata Pengamat Pertanian Khudori kepada CNBC Indonesia, Selasa (14/1/2025).
“Kenaikan HPP gabah dan beras pengadaan Perum Bulog tanpa disertai kenaikan harga eceran tertinggi beras (medium dan premium) bisa dibaca sebagai cara pemerintah untuk memberi peluang kepada Bulog memaksimalkan pengadaan gabah/ beras dari produksi domestik,” sambungnya.
Produksi beras hasil panen padi di dalam negeri diprediksi akan melimpah pada bulan Maret-Mei nanti. Bahkan, imbuh dia, hasil panen diperkirakan bakal tetap bagus sampai bulan Juni nanti.
“Ini periode terbaik bagi Bulog menyerap gabah/ beras,” ujarnya.
Hal ini, kata Khudori, menunjukkan upaya pemerintah merealisasikan janjinya yang tak akan mengimpor beras tahun 2025 ini.
“Ini berarti tidak akan ada penugasan impor beras kepada Bulog seperti dua tahun terakhir. Tahun 2023 impor beras Bulog mencapai 3,06 juta ton dan tahun 2024 sekitar 3,5 juta ton. Karena tidak ada impor, Bulog harus memaksimalkan penyerapan produksi domestik,” ucapnya.
“Ketika penyerapan gabah/ beras Bulog dinilai memadai, boleh jadi, pada saat itulah pemerintah akan memberlakukan HET beras yang baru. Karena tidak masuk di akal menaikkan HPP tanpa diikuti kenaikan HET. Gabah adalah input produk beras. Ketika harga input atau bahan baku naik, harga output yaitu beras juga pasti naik,” ujar Khudori.
Namun, bukan berarti beras hilang atau langka atau jadi barang gaib.
“Bagi konsumen yang merasa kehilangan aneka merek beras premium di supermarket yang selama ini dikonsumsi, bisa membeli beras tersebut di pasar tradisional. Hampir bisa dipastikan beras premium aneka merek itu bisa ditemukan di sana, seperti yang terjadi di tahun lalu. Tapi harganya berpeluang di atas HET,” ujarnya.
Dengan segala upaya intervensi pemerintah itu, serta potensi efek yang ditimbulkan, Bulog diharapkan bisa maksimal melakukan penyerapan produksi petani di Tanah Air. Memperkuat stok CBP demi ketahanan pangan di dalam negeri.
“Jika kemudian pengadaan beras Bulog tidak juga membaik, berarti ada sesuatu. Nah, sesuatu ini perlu dipastikan apa. Agar pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat berdasarkan bukti-bukti di lapangan (evidence-based policy),” pungkas Khudori.
Denz